Jumat, 25 Mei 2012

HUKUM ADAT PERKAWINAN SULAWESI TENGGARA(MUNA)


HUKUM ADAT PERKAWINAN YANG ADA DI DAERAH
SULAWESI TENGGARA (MUNA)

NAMA :ROSNIA
KELAS :HW_2.2
NIM :0402011-0138
DOSEN: DR.Hj.Hikmawati Mustamin.SH,MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN 2012-2013
Perkawinan dalam masyarakat Muna sangat unik yang berbeda dengan Suku lainnya di Indonesia sistim perkawina ini telah ada semejak dahulu kalah sebelum masuknya islam di Muna.setelah datangnya islam dan di kenalnya agama ini oleh seluh masyarakat Muna,system perkawinan yang dahulu tetep tidak berubah terutama yang berhubugan dengan masalah mahar(mas kawin). Yang berhubungan hanyalah proses ijab Kabul-nya saja yang mengikuti ajaran islam sebagai perkawina dalam islam. 

1.Pemilihan jodoh
Sebelum melakukan pelamaran kadang kala orang tua sering memilihkan jodoh untuk anaknya, namun hal ini sudah tidak di jumpai lagi dalam kalangan masyarakat suku Muna.pada hakekatnya pemilihan jodoh ini orang tua bercita-cita agar anaknya dapat kawin degan seorang yang cocok dan disenaginya.oleh karana itu sebelum orang tua mengambil keputusan terhadap jodoh anaknya,terlebih dahulu mereka megadakan penilain kepada perempuan yang akan dilamar. Penilayan ini tidak hanya dilakukan oleh orang tua,tetapi peranan kaum kerabat sangat menetukan pula yang menjadi ukuran penilaian adalah kecantikan,keturunan,agamanya,kekayaan,budi pekerti,serta ahlaknya. 
Apabila seorang laki-laki bermaksud melangsungkan perkawinan hal tersebut oarng tua merundingkan degan kaum kerabat dan anak yang bersangkutan.
2.Pertunagan
Perkawina timbul setelah adanya persetujuan antaran kedua belah pihak calon pengatin untuk selanjutnya melangsungkan perkawinan. Dan persetujuan ini di capai oleh kedua belah pihak setelah terlebih dahulu melakukan lamaran yang bisanya oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan 
Pertemuan yang pertama kalinya untuk membicarakan kehendak mengadakan perkawinan ini di daerah Muna di namakan (katangka) yang mengandung arti permintaan dalam bentuk pernyataan kehendak dari suatu pihak kepada lain untuk maksud mengadakan (ingin melaksakan) ikatan perkawinan sudah memberikan kepada pihak perempuan.
Pertunagan baru mengikat apabilah dari pihak laki-laki (pihak yang meminang) sudah memberikan kepada pihak perempuan (pihak yang di pinang) sudah ad tanda pengikat yang kelihatan yang disebut (singkaru) dalam arti cincin
Tanda pengikat yang dimaksud diberikan kepada keluarga pihak perempuan atau kepada orang tua pihak perempuan atau kepada bakat mempelai perempuan itu sendiri yang di pinang
Tanda lamaran itu biasanya dapat berupah
-          Sirih pinang
-          Sejumlah uang (mas kawin,uang adat)
-          Makanan matang
-          Bahan pakaian
-          Perhiasan

Tanda lamaran tersebut disampaikan oleh juru bicara pihak pelamar yang dilamar degan bahasa dan peribahasa adat yang indah,sopan,santun,dan penuh hormat degan memperkenalkan para anggota rombongan yang datang hubungan kekerabatan satu persatu degan calon mepelai pria. Begitu pula juru bicara dari pihak wanita yang dilamar akan menyatakan penerimaannya degan bahasa dan peribahasa adat.

Setelah selesai kata-kata sambutan kedua belah pihak maka barang-barang tanda lamaran itu di teruskan kepada tokoh-tokoh adat,keluarga/kerabat wanita,kemudian kedua belah pihak mengadakan perundingan tentang hal-hal sebagai berikut:

1.      Besarnya uang jujur(uang adat, dan mas kawin)
2.      Besarnya uang permintaan (biaya perkawinan) dari pihak wanita
3.      Bentuk perkawinan dan kedudukan suami istiri setelah perkawinan
4.      Perjanjian-perjanjian perkawinan
5.      Kedudukan harta perkawinan
6.      Acara dan upacara adat perkawinan
7.      Waktu dan tempat upacara

Tidak semua acara dan upacara perkawinan tersebut dilakskan oleh para pihak yang akan melaksakan perkawinan hal ini tergantung pada keadaan,kemapuandan masyarakat adat yang bersangkutan

Pada masyarakat suku muna dalam upacara adat perkawinan Nampak sekali sifat atau ciri khususnya seperti halnya pada masyarakat Tongkuno, pada masyarakat suku Muna di kenal beberapa tahapan dalam proses pelaksanaan adat perkawinan yaitu pemilihan jodoh,pertunagan,peminagan,dan nikah.


3.Pelamaran

Bila ada persetujuan dapatlah dilakukan pelamaran,sebaliknya bila orang tua tidak setuju sedangkan anak yang besangkutan sangat menginkannya dapatlah terjadi perkawinan.lari(pofileigho)
Pada tahapan ini langka pertama yang dilakukan setelah adanya kesepakatan dari pihak laki-laki yaitu menghubungi orang tua pihak perempuan bahwa mereka akan berkunjung kerumah orang tua perempuan melalui jugur bicara adat. Setelah itu bila orang tua perempuan bersedia untuk kedatangan mereka. Keluaraga pihak laki-laki bersama juru bicara adanya berkujung kerumah orang tua perempuan tersebut degan membawah sebuah bugkusan yang merupakan “kabintingia” (talang kecil persegi empat)

Terjadinya suatu perkawinan dalam masyarakat muna pada dasarnya mempunyai suatu proses dan upacara tertentu yang harus dan mutlak untuk dilaksanakan sebab telah menjadi ketentuan hukum adat perkawinan dan telah menjadi tradisi masyarakat Muna
Dalam proses pelaksanaan di deerah Muna tidak dapat dianggap rame dan harus di taati karena perkawinan itu. Dalam menghadapi perkawinan baik pihak calon suami istri maupaun keluarga kedua belah pihak ada dua jalan yang harus ditempuh yaitu:

“Selamat atau mati” dan juga dalam membicarakan adat perkawinan mudah tetapi sulit, tetapi mudah(momuda maka nohali,nohali maka nomudah) yang artinya mudah tapi mahal mahal tapi mudah.

Berdasarkan keterangan diatas bahwa dalam menghadapi suatu proses suatu perkawinan menyakut proses penyelesaian adatnya baik calon suami istiri maupun keluarga kedua belah pihak harus mempersiapkan jiwa yang lebih rasional dan keiman yang lebih mendalam agar dalam proses penyelesaian adat perkawinan nanti berjalan dengan mulus serta menimbulkan benturan antara delegasi.

Dan sebelum dilangsukan prosesi perkawinan dalam masyarakat Muna sering juga di kenal dengan istilah uang pinang atau bisa di sebut degan kasih naik uang mahar dan yang menanyakan uang mahar terdebut adalah dari kelurga pihak perempuan dan bentuk uang mahar tersebut tergantung dari strata mana pihak perempuan berasal atau dari golongan mana pihak perempuan berasal.

Dalam masyarakat Muna di kenal dengan 4 golongan yaitu:

1.      Golongan kaomu
2.      Golongan walaka atau golongan sara
3.      Golongan anangkolaki
4.      Golongan maradika

Dalam ke empat golongan tersebut berbedah-bedah nilai uang maharnya seperti :

1.      Golongan  kaomu (La ode) menikahi golongan kaomu (Wa ode) atau golongan bawahnya, maharnya senilai 20 boka (saat ini 1 boka bernilai Rp.24.000)
2.      Jika golongan walaka menika degan golongan kaomu maka maharnya senilai 35 boka. Akan tetapi kalau menikah dengan golongan walaka juga maharnya bernilai 10 boka 10 suku (1 suku bernila 0,25 boka jadi 10 boka 10 suku sekitar 12,5 boka) akan tetapi golongan sara-kaomu maharnya adalah 15 boka. Golongan sara kaomu (perempuan sara-kaomu) artinya ayahnya golongan walaka sememtara ibunya golongan kaomu.
3.      Jika golongan anangkolaki menikahi golongan kaomu, maka maharnya adalah 75 boka. Jika menikahi golongan walaka maharnya adalah 35 boka akan tetapi jika menikahi golongan anangkolaki juga atau dibawahnya maharnya adalah 7 boka 2 suku ( atau 7,5 boka)
4.      Jika golongan mardika menikahi golongan kaomu maharnya adalah 2 x 75 boka jika menikahi golongan walaka maharnya adalah 75 boka jika menikahi anangkolaki maharnya 7 boka 2 suku (7,5 boka)  


Setelah uang mahar tersebut sudah di setujui dari kedua belah pihak antara keluarga pihak perempuan dan keluarga pihak laki-laki prosesi perkawinan dapat terlaksanakan. 
              
            Kesimpulan

Dalam kesimpulan hukum adat yang ada di daerah Sulawesi tenggara khususnya (Muna) memiliki ciri atau corak seperti ciri tradisional/turun temurun dan ciri kebersamaan atau komunal karana meraka masih sangat memegan kebudayaan-nya dan mereka juga masih menjujung tinggi arti kebersamaan dalam bermasyarakat serta saling bantu membatu dan dalam masyrakat Muna bantu membatu atau kebersemaan itu sudah di jadikan tradisi dalam kehidupan mereka

Mereka datang tampa di undang atau pun di panggil dan dari kebiasan tersebut menjadikan kehidupan mereka biasa lebih bermasyarakat. 




                                              




 

   






     

Jumat, 27 April 2012

HUBUNGAN ANTARA PENGATAR ILMU HUKUM DEGAN PENGATAR TATA HUKUM INDONESIA

HUBUNGAN  ANTARA PENGATAR ILMU HUKUM DENGAN
PENGATAR TATA HUKUM INDONESIA
TUGAS PENGATAR ILMU HUKUM
DISUSUN
OLEH
ROSNIA:0402011-0138
FAKULTAS HUKUM

pengatar ilmu hukum adalah suatu mata kuliah dasar suatu basis-leevak untuk mengatur,menujukan jalan kearah cabang-cabang ilmu hukum yang sebenarnya. Secara formil memberikan suatu pemandagan umum secara ringkas mengenai seluru ilmu pengetahuan hukum ,mengenai kedudukan ilmu hukum di samping ilmu-ilmu yang lain,mengenai pengertian-pengertian dasar, asas penggolongan cabang-cabang hukum .
     Pengatar ilmu hukum memberi tujuan tentang kaidah-kaidah hukum dalam hubungan dan pengaruhnya yang timbal balik degan kaidah-kaidah agama, kesusilaan, adat istiadat, kebiasaan, dan bidang-bidang kebudayaan lainnya.
    Istilah pengatar ilmu hukum disingkat dengan PIH alalah salah satu mata kuliah yang untuk pertama kalinya di gunakan di Indonesia sejak berdirinya Universitas Gaja Mada  Yogyakarta pada tahun 1946.
    Sebelum itu memang sudah ada matakuliah yang mempunyai tugas yang sama degan PIH yang di berikan pada ‘’ Rechts Hoge School van Batavia,atau sekolah tinggi ilmu hukum Jakarta degan nama ‘’Inleiding tot de rechtawetnshap’’ sejak tahun 1924.akan tatapi, istilah tersebut masih merupakan tiruan apa yan dipergunakan pada Perguruan Tinggi di Negeri Belanda sejak tahun 1920, sebagai pengati istilah yang lama yaitu ‘’Eincycloopadie der Rechtswetnschap’’.
    Istilah ini pun sebenarnya bukanlah asli ciptaan orang Belanda, melainkan hanya mencotoh dari istilah yang lazim di pergunakan di Jerman, degan nama ‘’Einfhurung in die Rechtswissenchaft’’ sejak tahun 1912. Istilah ini diciptakan sendiri oleh para ahli hukum Jerman,antara lain Paul krukmann,Th.Sterenberg dalam bukunya masing-masing yang berjudul ‘’ Einfuhrung in die Rachtswetnschaft’’ .
      Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa sesungguhnya istilah PIH adalah berasal dari Jerman,yang ke mudian setelah diterimah di Negeri Belanda berdasarkan Hoger Onderwijswet tahun 1920,di pergunakan pula di Indonesia sejak berdirinya RHS tersebut.
     Adapun materi atau isi matakuliah PIH ini,pada mulanya masih bersifat filosofis dan teoritis dan kurang mempersoalkan hal-hal yang bersifat dogmatis berdasarkan hukum positif . Akan tetapi, setelah di terimah di Indonesia,oleh beberapa ahli hukum dan penulis bangsa belanda sendiri antara lain: prof.Kollewijn, Carpintier Alting dan Andere de Ia Porte,mereka berusaha keras agar materi mata kuliah PIH di sesuikan kondisi dan keadaan yang berlaku di Indonesia,karena menurut anggapan mereka apa bila tidak demikian,Sarjana Hukum (SH) yang akan di hasilkan nanti akan mengalami kesulitan dalam memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah hukum di Indonesia yang beragam coraknya .
       Setelah keluar peraturan pemerintah RI No.73 tahun 1948 yang menghendaki agar materi PIH di bagi dua,maka pada tahun 1950 diadakanlah pemisahan matakuiah PIH menjadi dua bagian yang berdiri sendiri sebagai cabang ilmu hukum, yaitu pengatar ilmu hukum dan pengatar tata hukum Indonesia, dengan fungsi untuk mengatarkan kita kedam dunia ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum positif Indonesia pada khususnya.
   Pemisahan dua matakuliah tersebut, menurut Hartono Hadisuprapto,SH sudah pada tempatnya karena keduanya saling mempunyai objek sendiri-sendiri.PTHI berobjek (mempelajari) hukum yang sedang berlaku di Indonesia sekarang. Jadi objeknya khusus, yaitu aturan-aturan hukum yang sedang berlaku di Indonesia sekarang atau degan kata lain hukum positif Indonesia, sedangkan PIH, objek yang di pelajari aturan hukum pada umumnya,berarti tidak terbas aturan-aturan hukum pada satu tempat dan waktu tertentu.
     Akan tetapi ,meskipun antara keduanya telah dipisahkan namun pemisahan itu bukanlah merupakan pemisahan yang prinsipil, kaerana baik PIH degan PTHI ke dua-duanya merupakan guide atau penuntun terhadap mereka yang ingin mengetahui peranan-peranan hukum yang sedang atau pun yang akan berlalu di tengah-tegah masyarakat. Lagi pula untuk mengetahui hukum positif Indonesia secara mantap dan mendalam,terlebih dahulu harus di ketahui teori-teori hukum pada umumnya,yang menjadi pembahasan PIH sehingga degan demikian dapat dikatakan, bahwa antara PIH dan PTHI mempunyai hubungan yang sangat erat sekali.  
     Degan adanya pemisahan tersebut, maka pemberian matakuliah PIH ini pembahasannya harus di arahkan pada hal-hal yang bersifat umum, tetapi ringkas mengenai seluruh ilmu hukum. Sedangkan PTHI penguraiannya  harus di adakan kepada hal-hal yang bersifat deskritif dan analitis yang tekannya lebih di khususkan bagi ilmu hukum Indonesia, menjelaskan sifat spesifik dan khas hukum Indonesia degan memberikan contoh masing masing.
  
        


Rabu, 25 April 2012

HUKUM PERDATA


HUKUM PERDATA

-       Klasifikasi hukum
1.       Hukum publik
Hukum publik adalah hukum yang mengatur antara masyarakat dan negara
contoh : pidana, tata negara, administrasi negara
2.       Hukum privat
Hukum privat adalah hukum yang mengatur antara individu-individu
Contoh : perdata

Jenis-jenis hukum perdata yakni
1.       Hukum perdata materil
a.       KUHPerdata (BW)
b.      KUHD (WVK)
c.       Hukum adat
Hukum yang tidak tertulis didalam peraturan legislatif, meliputi peratura-peraturan hidup, yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib/tdk diundangkan oleh penguasa namun tetap didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
d.      Hukum perdata islam
Hukum perdata materil mengatur adanya hak & kewajiban bagi subyek hukum.
2.       Hukum Perdata Formal (hukum acara perdata)
a.       HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) yakni reglemen indonesia yang di perbaharui
b.      RBg (Rechtsreglement Buitengewesten) yakni reglemen daerah seberang
c.       RV (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) yakni reglemen hukum acara perdata untuk golongan Eropa
Hukum perdata formal mengatur tentang tatacara menegakkan dan mempertahankan adanya hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum perdata materil.
dengan kata lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materil. Lebih konkritnya lagi dapat dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan daripada putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yg bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah tindakan menghakimi sendiri.
*      SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DALAM KUH PERDATA (BW)
1. Buku I, yang berjudul ”perihal orang” (van persoonen), memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
2. Buku II, yang berjudul ”perihal benda” (van zaken), memuat hukum benda dan hukum waris.
3. Buku III, yang berjudul ”perihal perikatan” (van verbintennisen), memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4. Buku IV, yang berjudul ”perihal pembuktian dan kadaluarsa” (van bewijs en verjaring), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
1.    Hukum tentang diri seseorang,memuat peraturan-peraturan hukum tentang manusia sebagai subyek hukum,peraturan-peraturan perihal percakapan untuk memiliki hak-hak dan percakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu  serta hal-hal yang mempengaruhi percakapn-percakapan itu.
2.    Hukum keluarga,mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan,yaitu:perkawinan antara suami dan istri,hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan curatele
3.    Hukum kekayaan atau hukum harta hal-hal yang mengatur harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini meliputi :
       a. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
        b. Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau                                    suatu pihak tertentu saja.
4. Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal dunia.juga dapat dikatakan hukum waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.berhubungan dengan sifatnya yang setengah-tengah ini,hukum waris lazimnya ditempatkan tersendiri,